SESEORANG tertimpa musibah berkali-kali. Sudah jatuh, ditimpa tangga pula, pribahasanya. Dan iapun gelagapan dalam bingungnya. Seolah orang yang sedang tidur dan mimpi indah dengan asyiknya, tiba-tiba terbangunkan. Sekitar kamar dan rumahnya gelap. Apa yang dilihat dan ditemuinya semata kegelapan! Iapun menjadi panik tidak keruanan. Ya Allah kenapa ini?! Seakan ia berteriak di dalam hatinya.
Pada titik itu ia merasakan hanya kegelapan dan keserbahitaman yang terasa dan terlihat atas derita yang dirasakannya, ia pun merasa hanya ialah orang yang paling menderita di dalam hidup. Hingga ia mengeluh dan seakan menyesali; kok aku ya, kenapa aku?
Lalu beruntun ingatan menggelayuti. Menghantuinya dalam kenang bayang segala macam ketidakenakan yang selama ini ditemui dan membuatnya sakit di atas pedih dan keperihan derita.
Saat itu juga mungkin tergores dalam benaknya; ah betapa enaknya bilamana mati saja, daripada menderita seperti ini?
Aku tak kuat lagi menanggung beban berat semacam ini… dan kenapa pula mesti aku yang harus menderita, mendapat nasib buruk yang tak menjadi keinginanku ini?
Ia pun lalu semakin kelihatan orang yang kehilangan akal warasnya. Yang ada dalam bayang dan pandangnya hanyalah gelap dan kegelapan. Hitam dan kehitaman. Tak secuil sinar atau cahaya pada saat itu sempat dan dapat membuat nafasnya lega sedikit. Seolah pintu rumah dan jendela kamar serta ruang tertutup. Tak tembus udara menyegarkan sedikitpun. Ia berada di antara dinding-dinding beku yang mengelilingi!
“Ya Allah, lebih baik aku mati saja daripada hidup begini!” tercetus juga teriak rintih kalimat tersebut dari mulutnya.
DUHAI MANUSIA….ingatlah.. kamu diciptakan memang untuk susah. Untuk sulit. Untuk berada dalam kepayahan dan kesusahan. Untuk pusing dan cape! Bukan semata-mata untuk senang-senang dan bergembira saja. Untuk makan, tidur, berpestapora. Tidak!
Tengoklah ayat ini, ketika Allah berfirman dalam Kitab-Nya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah.” (QS Al-Balad, QS 90:4)
Ya susah payah! Bukan sesuatu yang menyenangkan. Tetapi sesuatu yang sulit dan sukar. Yang merupakan tantangan dalam hidup. Satu perjuangan untuk hidup. Suatu struggle for life! Kerikil-kerikil, duri-duri, paku-paku akan menghadang jalan!
KENAPA? Kok demikian? mereka bertanya. Seakan heran di atas keinginan yang memang selalu ingin terpuaskan. Di atas kepentingan hawa nafsunya yang selalu ingin kesampaian. Bukankah Allah telah menghiaskan bahwa sifat tabiat manusia yang penuh loba, serakah itu, selalu ingin terhiasi hal-hal yang menyenangkan saja dari kehidupan di dunia ini?
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan lebih loba daripada orang-orang musyrik………… “ (QS Al Baqarah, QS 2:96)
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia;………..” (QS Ali ‘Imran, QS 3:14)
Nah… pada ketika semua impiannya itu hilang dari tangannya, maka kebingungan dan kepanikan, sumpah serapah, keluh-kesah dan pemberontakan seakan menyembur-nyembur ubun-ubun kepalanya dalam semburan kemarahannya yang meletup-letup, di tengah rasa pemberontakan atau bahkan putus asa!
Ia ingin mati saja rasanya. Sebagai anggapan menyelesaikan masalah yang diderita, yang tak sanggup ditahannya!
Meski kadang-kadang keberanian untuk mati dan bunuh diripun, belum pula berada dan sanggup dijalaninya. Bahkan… kasihannya ia sudah keburu mati sebelum mati beneran!
Ia mendapat siksa di atas ketidakbersyukurannya oleh apa yang menimpa dan di atas pemberontakannya itu!
Misalnya, putra tersayangnya yang hanya semata wayang itu meninggal karena dipanggil ke haribaan-Nya. Bukannya ia menerima itu sebagai takdir yang tak dapat ditolak, malah menjadi gila karena selalu mengingat anak kesayangannya itu dengan pemberontakan kekesalan dan kemurungan kesedihan yang berlebihan setiap hari! Tanpa mau menerima segala ketentuan yang merupakan kehendak Allah yang tak dapat ditawar-tawar lagi!
Ia lupa, bahkan tak mau mengerti jika Allah menyatakan seperti ini:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati……. “ (QS Al Anbiyaa’, QS 21:35)
Atau menegaskan yang serupa ini: “…………….. Maka apabila telah tiba (waktu yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya.” (QS An Nahl: QS 16:61)
Akibat tidak mau menerima apa yang telah ditentukan Allah terhadap dirinya dan putranya itu, maka menjadilah ia mendapat siksa yang berlebih. Seperti apa yang digambarkan pula oleh ayat ini di bawah ini:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim, QS 14:7)
DUHAI MANUSIA pemilik hati dan kasih sayang serta cinta, apalagi terhadap putra tunggal satu-satunya, siapa yang tak akan sedih dan merasa kehilangan bilamana anak kesayangan pergi untuk selama-selamanya dari kehidupan bersama kita di dunia ini? Tentu semua yang pernah mengalami, akan merasakan hal yang sama; kehilangan!
Tetapi...apakah kehilangan serupa itu, karena kehendak Allah lalu menjadikan kita murung, patah semangat bahkan linglung dan gila? Kenapa harus membinasakan diri, padahal jelas-jelas Islam tidak mentolerirnya?!
“……………, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri di dalam kebinasaan,…….. “ (QS Al Baqarah, QS 2:195)
JENIS UJIAN atau musibah di atas, hanyalah salah satu contoh dari berbagai contoh lainnya yang serupa meski tak sama.
Jadi dalam hidup ini janganlah merasa heran, kesal, dongkol, sebal, sedih dan sebagainya lagi, bilamana kemudian ditimpa musibah, atau sesuatu yang tidak menyenangkan itu.
Sebab mati dan hidup ini memang dijadikan untuk menguji siapa di antara hamba-Nya yang lebih baik amalnya.
“Yang menjadikan mati dan hidup untuk, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al Mulk, QS 67:2)
Segala sesuatu itu milik-Nya dan akan kembali pada-Nya. Kita hanyalah peminjam dan orang yang diberikan amanah di atas cobaan dan ujian-Nya.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi lillahi wa inna ilahi raaji’uun” (QS Al Baqarah, QS 2:155-156)
Dan jangan dikira bahwa cobaan itu hanya yang tidak enak dan tidak menyenangkan, tapi nikmatpun merupakan suatu cobaan.
“……….. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS Al An biyaa’, QS 21:35)
Lalu, barangkali masih ada juga yang mau bertanya: Kenapa sih mesti diberi cobaan dan ujian?
Ingatlah, tidak diciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Nya. Tentu saja dalam rangka beribadah dan berbakti kepada-Nya.
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaa mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat, QS 51:56)
Dan barangkali masih juga ada yang bertanya; kenapa sih Tuhan memerlukan hamba-Nya untuk menyembah, beribadah dan berbakti kepada-Nya?
Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya, Maha Bisa, Perkasa, Terpuji dan tak membutuhkan sesuatupun dri makhluk-Nya karena Dia Yang Maha Mencipta segala sesuatu.
“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
(QS Adz Dzaariyaat, QS 51:57-58)
“Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi…… “ (QS Ibrahim, QS 14:2).
”……………….. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” (QS Al An’Aam, QS 6:101-102)
KITA adalah hamba-Nya yang sangat sekali bergantung dan membutuhkan kepada-Nya:
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS Al Ikhlas, QS 112;2)
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS Fathir, QS 35:15)
Coba saja lihat, kalau tidak ada air hujan bagaimana segala sesuatu bisa hidup, termasuk manusia?
“………., dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya…….. “ (QS Al Baqarah, S 2:164)
Tak pelaklah kalau dalam tulisannya Prof Syed Muhammad Al Naquib al Attas, dalam bukunya Konsep Pendidikan Dalam Islam, Mizan, 1984, mengatakan seperti ini: …. nyatanya, salah satu arti dasar istilah Dien adalah hujan yang berulang, sehingga istilah hujan melukiskan agama yang benar. Jadi Islam, agama yang benar itu, adalah seperti hujan yang dengannya ia memberi kehidupan kepada manusia yang, jika tidak, akan mati sebagaimana bumi……..
KEMBALI pada musibah atau ujian dan cobaan, yang hakekatnya hanya Allah yang mengetahui, sedang kita tidak. Karena di balik apa yang kita tidak senangi atau benci itu, sebenarnya ada kebaikan untuk kita. Sedang malah yang kita senangi atau cintai itu sebenarnya buruk untuk kita. Seperti apa yang digambarkan ayat ini:
“…………. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah, QS 2:216)
LALU bagaimana kita menghadapi cobaan atau ujian itu?
Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebagaimana gambaran hadits ini:
“Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar……” (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Iya. Itulah yang sebaiknya dilakukan seseorang bilamana mendapatkan cobaan dan ujian. Mendapatkan musibah. Bersabar menerima pada titik awalnya, dan berjuang mengatasi hal yang tidak enak itu dalam rangka mencari solusi dan antisipasi, berikhtiar dan berusaha, sambil tetap berdoa kepada Allah memohon pertolongan-Nya dengan shalat yang wajib dan sunnah. Apalagi bangun malam untuk tahajjud. Berdoa kepada-Nya agar diberi kemudahan dan jalan keluar.
Karena bukankah tidak selalu kita berada di dalam kesusahan, kesulitan dan ketidakenakkan, musibah tersebut?
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Alam Nasyrah, QS 94:5-6)
Usahakanlah untuk mengatur dan menata waktu sedemikian rupa, dalam ibadah. Melakukan variasi kerja atau usaha dengan tetap berharap kepada-Nya agar diberi kemudahan dan lepas dari kesusahan atau kesulitan tersebut.
“Maka apabila kamu telah selesai dari (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS Alam Nasyrah, QS 94:7-8)
Apalagi jika memang orang bertakwa, maka insyaallah diberi jalan keluar.
“………….. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS Ath Thalaq, QS 65:2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar